[RESENSI BUKU] MEMOAR MARLA - SAFIRA HAPSARI


DATA BUKU

Judul Buku : Memoar Marla
Penulis : Safira Hapsari
Penyunting : Dion Rahman
Penerbit : PT. Elex Media Komputindo
Tahun Terbit : 2019
Tebal Buku : vi + 394 Hlm

 

 

~ T e n t a n g • B u k u ~

Marla Wijaya bunuh diri di acara Prom Night!

Lima tahun setelah kejadian tersebut, sepucuk surat teror tanpa nama mampir di kotak pos Claudia. Bersamaan dengan itu, undangan di grup WhatsApp SMA untuk menghadiri peringatan lima tahun kematian Marla muncul.
 
Claudia dipaksa kembali mengenang memorinya bersama Marla yang sudah lama dia tutup rapat. Marla bukan teman dekatnya di sekolah, tetapi sehari sebelum kematian gadis itu, Claudia mengabaikannya.

Rasa bersalah kembali menghantamnya. Dibantu kedua sahabatnya, Kenzo dan Alva, Claudia berusaha mengungkap siapa sosok yg telah menerornya selama ini sebelum hari peringatan itu tiba. Berbagai nama dari masa SMA mereka muncul sebagai tersangka, dan fakta-fakta yg muncul membuatnya mulai mempertanyakan apa surat-surat itu benar-benar dikirim oleh perempuan yg sudah mati, atau...
 
Apa semua ini memang salahnya?


Tagline buku ini cukup membuat ubun-ubun memanas karena paparan penasaran. Bagaimana tidak, kalimat "Surat-surat dari perempuan yang sudah mati" begitu mencengangkan, dengan bumbu-bumbu bunuh diri dibagian inti cerita. Siapa yang tak tergoda?
 
Membaca blurb di atas pun, berhasil menaikkan tensi ketegangan.

~ A k u • S u k a ~

Tema buku ini menarik, meskipun akan mengingatkan pada buku-buku dengan tema serupa. Tapi, bagaimanapun #MemoarMarla menyajikan sesuatu yg segar. Balutan misteri dan ketegangan diwarnai oleh bumbu persahabatan dan romansa tokoh utamanya. Hubungan antar tokoh yg terjalin baik menjadikan buku ini renyah untuk dilahap.

Alurnya sendiri berjalan alami, tensi ketegangan melalui konflik yang sejak awal sudah dibangun membuat pembaca jungkir balik. Premisnya yang cukup simpel, seorang gadis bunuh diri, kemudian teror surat kaleng hadir pada orang-orang yg punya hubungan masa lalu dengan si gadis. Namun, eksekusi ceritanya hampir memusingkan pembaca, menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Hingga buku dengan ketebalan hampir 400 hlm ini susah untuk diletakkan begitu saja. Pembaca tak akan lega sebelum menemukan apa yg sebenarnya dicari.

Pembangunan karakternya menarik. Claudia tampil luwes dan menjadi sosok remaja 'innocense' yg harus menerima kenyataan bahwa dia bersalah atas kematian temannya. Kenzo dan Alva, memberikan tekanan dan pemanis cerita. Mereka punya andil besar dalam menghidupkan cerita.

Marla punya kapasitas untuk membuat perasaan pembaca berubah-ubah. Kadang ikut trenyuh akan nasibnya, di lain waktu dibuat kesal akan perilakunya.

Kejutan akhir cerita makin lengkap mempermainkan pikiran pembaca.

~ A k u • H a r a p ~

"Banyak orang bilang padaku tidak ada lelaki dan perempuan yg dapat berteman tanpa ada benih-benih cinta, dan aku biasanya membalas kalau semua itu omong kosong." (Hlm 36)
Kejamnya perundungan mampu membuat seseorang menjadi nekat termasuk mengakhiri hidupnya. Melalui tokoh Marla penulis ingin menyuarakan bahwa perundungan itu, memberi efek buruk. Tidak hanya untuk korban tapi juga pelaku. Imbasnya tidak bisa ditolerir lagi, pelaku akan dikecam dan dihantui penyesalan luar biasa. Sementara korban juga tak akan mendapatkan ketenangan, entah hidup atau mati.

Aku berharap ada sedikit konseksuensi cerita. *Hanya sedikit. Selebihnya tidak. Dibagian persahabatan Claudia. Claudia harusnya tetap berada dijalur dan pendapatnya tak memilih satu dari dua. Seperti mengisyaratkan bahwa apa yg dikatakan orang tentang persahabatan laki-laki dan perempuan itu benar, persahabatan tanpa hadirnya cinta itu omong kosong. Sedikit melukai pandangan Claudia tentunya. Tak banyak berpengaruh memang, tetap kokoh.

Buku ini menyasar sisi psikologis pembaca, melalui penekanan-penekanan tidak kentara. Hal itu mampu mengejolakkan hati pembaca hingga mempertanyakan pilihan bunuh diri. Apakah tepat? Melalui karakter Marla yg penuh tanda tanya tentunya.

~ S a t u • H a l ~

Penulis jelas menyampaikan bahwa perundungan itu bukanlah tindakan terpuji. Selain berakibat buruk untuk orang lain, tak memberi manfaat juga untuk diri sendiri.

Melalui karakter-karakter dalam buku ini, penulis menyuarakan fenomena yg sampai saat ini, tak ada yg bisa menghentikan. Setiap hari semakin bertambah dan makin menjadi.

Marla yg mendapatkan perundungan harusnya mendapat simpati yg lebih, tapi semakin ke ujung, makin menyebalkan. Alih-alih membuat pembaca peduli, nyatanya dibuat geram. Karakternya terpatahkan oleh sikap anehnya. Memang sejak awal, Marla telah dinyatakan memiliki sebuah keanehan, hingga kasus bunuh dirinya pun penuh misteri.

Ketegangan demi ketegangan dibalik pengungkapan kasusnya menarik untuk diikuti. Penekanan alurnya yg dibuat naik turun, seakan tak memberi jeda pembaca untuk bernapas. Hebatnya lagi, pembaca dibuat untuk menebak apa yg akan terjadi selanjutnya.

Siapa yg salah? Siapa yg harus bertanggungjawab. Dan karakter-karakter pendukung dalam buku ini, berseliweran dengan alibinya masing-masing. Sehingga kasus pengungkapan kasusnya serumit cerita detektif. Jika harus disamakan dg cerita yg telah ada sebelumnya, aku rasa #MemoarMarla punya cara tersendiri untuk memanjakan pembaca agar tak beranjak dari duduknya. Tangguh dibeberapa aspek juga, yg jelas ini bukan hanya sekedar cerita berbalut misteri remaja, tapi lebih dari itu.

~ A k u • P i k i r ~

Awal membaca paragraf pertama prolognya. Keseruan akan sebuah misteri sudah terpampang jelas. Irama itu pelan-pelan kemudian menanjak hingga pembaca terlonjak. Tak sedikitpun pembaca merasakan kesulitan dalam memahami cerita, sangat nyaman lewat paduan bahasanya. Ini tak bisa aku sebut sebagai bacaan yg ringan. Sebab, peliknya sudah mencapai tingkat paling tinggi.

Pembandingan buku ini dengan buku-buku sejenis pun tak bisa dihindari hingga menurunkan ekspektasi. Paling-paling akan terasa sama. Tapi, percayalah jika kamu belum merasakan sendiri, kamu hanya akan sekedar berasumsi tanpa mendapatkan kepastian.
 
Pembaca cerdas, tak akan menyepelehkan buku ini begitu saja. Misteri, persahabatan, cinta, keluarga, hingga tebak-tebakan ala detektif menyusun cerita remaja ini. Setidaknya kamu yg sudah berumur 17 tahun keatas akan menemukan kecocokan.

Buku ini tampil prima, walau ada beberapa ketidak relevanan dalam cerita. Contoh kecil, jika permainan Ouija itu diganti dg Jailangkung, akan semakin membumi. Lebih banyak mengenal Jailangkung daripada Ouija. Tapi kembali lagi, tak ada masalah berarti. Buku ini tak terpatahkan.

Pesan moral yg disampaikan juga jelas tanpa tendeng aling-aling mengubah pemikiranmu.
Tidak pernah ada pembenaran dalam perundungan. Terkadang apa yg tak pernah kita perhatikan diam-diam memperhatikan. Jadi selama kamu bisa memahami jangan pernah mengabaikan hal kecil apapun dalam hidupmu. Gunakan sebaik mungkin sebelum semua berakhir.

 

Komentar

Popular Posts