[RESENSI BUKU] RUANG TUNGGU - SERUNI PUTI

DATA BUKU

Judul Buku : Ruang Tunggu

Penulis : Seruni Puti

Penyunting : Nomena Hutauruk

Penerbit : PT. Bukune Kreatif Cipta

Tahun Terbit : 2019

Tebal Buku : iv + 218 Hlm

 ~ T e n t a n g • B u k u ~

JALAN MENUJU SABTU
Ada ketidaksengajaan yang terjadi
pada Senin malam pertama kita bertemu
Kita mencoba menyatukan garis tangan,
ingin membentuk jalanan menuju Sabtu
Kemudian berharap suatu Minggu adalah
pesta perayaan pernikahan kita yang disaksikan kedua ibu
Sudah sewindu ada Sabtu, kita tak jua menjadi sesuatu

Buku ini terdiri dari 3 bab. Setiap bab terdapat beberapa puisi. Satu halaman penuh, satu puisi yg hanya berisi sebait atau paling banyak tiga bait. Setiap halaman terdapat gambar hasil jepretan penulis. Kesan yg ditampilkan sungguh menarik. Tak hanya bait-bait indah namun juga moment acak hasil bidikan kamera.

Bab pertama, berkisah 'Tentang Rasa' rasa yg bermacam-macam bentuknya. Bab kedua membahas 'Tentang Menunggu' dan ketiga 'Tentang Apa yang Terjadi Sesudahnya'

Penyajian puisi ini sangat acak dan tak memiliki benang merah. Namun, semua terikat utuh dalam balutan coklat sampul buku.

~ A k u • S u k a ~

SATU PERMINTAAN
Aku tak fasih menyuarakan jiwa dan pikirku dengan lisan
Bisakah kau memahaminya dengan tulisan?
(Hlm, 15)

Puisi itu harus berdiksi indah, dan puisi dalam buku ini memang indah. Rangkaian katanya sederhana namun keindahannya tak sesederhana itu. Walau hanya sebait, dua bait

Puisi-² ini berhasil melebur kata-² hingga terdengar nyaman di telingga pembaca.

Aku suka dengan pemilihan katanya, dibuat dengan matang sekali. Meski terdapat beberapa yg terkesan hati-hati dalam memilih rangkaian kata.

Untuk ukuran buku puisi, #RuangTunggu memang tebal. Hampir serupa dengan novel remaja. Tapi, hal ini tak membuat pembaca kendor akan jumlah halamannya. Sebab, penataan dan penyusunan puisi ini telah diperhitungkan dg baik. Aku suka, bahkan membaca buku ini, aku melagukan semua puisinya. Berandai-andai membaca ditempat umum dengan audiens yg terbuai oleh mantra-mantranya. 

Tema puisinya sendiri tak terlalu banyak memakai istilah yg membingungkan pembaca. Sekali baca, sekali tangkap. Mudah dicerna dan dikunyah. Meskipun begitu, bekasnya tetap lama tertinggal dan tak hilang begitu saja. Rasa dan rasa, tertanam dalam.

~ A k u • H a r a p ~

BERPUTAR-PUTAR
Aku berputar-putar di satu waktu yang sama
Meski aku tahu di sana tak ada lagi kata harap
untuk merasakan hangat
(Hlm, 98)

Selain memiliki keindahan kata, puisi juga memiliki rima. Rima, nada, dan irama. Jika hal ini ada pada puisi maka jelas dengan pasti puisi itu akan bisa disukai dan abadi diingatan pembaca. Dibaca dan terus dibaca, dilafalkan saat lomba pembacaan puisi, atau menjadi bahan untuk sebuah diskusi.

Karya sastra murni puisi memang seringkali mendapat pandangan yg berbeda dengan sastra lainnya. Kadang, bentuknya yg memang penuh arti dan mengisyaratkan sesuatu ini menjadi pilihan kedua. Aku berharap pada pembaca, bahwa puisi bukan hanya puisi yg dibaca kemudian disimpan. Dibiarkan berjamur, hingga lebur.

Terkadang, puisi adalah rangkaian kata yg tak terucap. Sebuah protes untuk menyatakan sesuatu yg mungkin tak tersampaikan. Sehingga puisi dibentuk sedemikian rupa, hingga pembaca mendapatkan maknanya.

Menyenangkan pastinya, jika bisa meraba dan menyusuri bait-² puisi dalam #RuangTunggu. Namun, dalam buku ini, beberapa puisi seperti dibangun sendiri tanpa penopang yg kokoh, sehingga dia hanya hadir tak pernah singgah hingga menetap.

Untung saja, penulis memang tak ingin buku puisinya berakhir begitu saja. Ilustrasi acak berupa foto-² ini mampu melengkapi buku puisi. Sehingga pembaca akan dimanjakan oleh 2 hal sekaligus. Kata-² indah dan gambar yg cantik. Ekstensi perasaan yg disalurkan melalui aliran kata berjuta makna ini, mampu menembus naluri pembaca.

 

 

~ S a t u • H a l ~

AKHIR BERAKHIR
Aku ingin berakhir dengan perjumpaan
yang kau ingat sampai akhir
(Hlm, 212)

Satu hal dalam buku ini, adalah menyerukan berbagai macam perasaan. Mulai dari jatuh cinta, sakitnya cinta, hingga bagaimana cara berdamai dengan hati. Kata demi kata, bait demi bait diciptakan untuk membawa pembaca pada kesyahduan. Di satu sisi aku merasahkan kegerian perasaan. Terus terang, tubuhku dibuat merinding oleh jalinan kata-katanya. Bukan karena merasa takut, tapi memang merinding akan sebuah keindahan yg tergelar melalui untaian kata-².

Meskipun puisi ini tak banyak memakai kiasan seperti puisi pada umumnya. Sehingga puisi-puisi dalam buku ini mudah untuk dipahami. Dan, karena sebab itu juga, puisi ini bisa dilupakan dengan mudah juga.

Beberapa puisi aku suka, dan beberapa juga aku tak mendapatkan perasaan yg disembunyikan.

Tapi, aku mengakui bahwa tujuan dan apa yg diharapkan penulis, tersampaikan dengan baik ke pembaca.

~ A k u • P i k i r ~

USANG
Jangan mencari tahu lebih jauh lagi tentang bagaimana aku bertahan terhadap rasa yang tak kunjung kau petik
Ia pernah indah tapi kau abaikan
(Hlm, 168)

Aku merasa mendapatkan banyak ide segar setelah membaca bait-bait indah dalam buku ini. Bahkan, pembaca dapat menggunakannya untuk caption foto di Instagram, dengan menyertakan sumber dan nama penulis tentu saja. Jangan asal ambil ya!

Sebab, kata-kata ini, mampu membawa perasaan pembaca melayang jauh. Merasakan sedih, senang, bahkan duka dan luka. Remaja yg menyatakan diri sebagai generasi millenial pastinya tak akan melewatkan buku ini. Mereka akan suka. Aku pun suka. 

Inspirasi itu datangnya dari mana saja. Dan, buku penuh warna coklat ini benar-benar memberi kehangatan di saat hati mulai dingin. Dan memberi rasa sejuk saat naluri berada dalam tahap yg paling mengerahkan. Memesona tentu saja, syahdu apalagi.

Jadi, apabila kamu memang butuh nutrisi yg pas untuk kesehatan atau kesembuhan tubuhmu. Buku ini akan menyuntikkan obat peredam rasa nyeri. Meskipun, sebelum itu kau akan mendapatkan rasa sakit sesakitnya, dan kemudian bahagia hingga kau lupa pernah terjatuh.