[RESENSI BUKU] PERSIMPANGAN – HASAN ASPAHANI
DATA BUKU
Judul Buku
: Persimpangan
Penulis : Hasan
Aspahani
Penyunting
: Ry Azzura dan Sulung S. Hanum
Ilustrator
: Fajar Nugraha
Penerbit :
GagasMedia
Tahun
Terbit : 2019 Cetakan Pertama
Tebal Buku
: vi + 206 Hlm
Saat
hidup banyak pilihan, maka aka nada banyak cabang-cabang pikiran. Menjadikannya
sebuah persimpangan, mana yang akan dipilih dan mana yang harus terhenti tanpa
pasti. Perjalanan menghadapi sebuah kehilangan juga tak mudah. Meskipun
persimpangan-persimpangan itu tetap akan ada disepanjang jalan. Namun,
bagaimana jadinya? Apakah persimpangan itu akan menemui titik temunya?
BLURB
Pergi
dari Ibu Kota menyusuri arah Timur Indonesia, Habel Rajavani melakukan
perjalanan dengan misi melupakan kehilangan. Majalah remaja yang merupakan
“rumah“ baginya – tempat ia bekerja dan bermakna – mesti menghadapi realitas
dunia digital.
Jurnalis
muda itu mencari tahu apa yang ia butuhan dalam hidupnya yang masih akan
panjang. Ditemani jurnal setia, ia membuat catatan atas apa-apa yang ia temui,
segala resah dan cerita. Dia bertemu banyak orang yang lebih malang darinya,
“Masing-masing dari kami menemukan cara untuk berdamai dengan diri sendiri dan
kehidupan,“ tulisnya dalam jurnal itu.
Di waktu
yang tak ia duga, hadir seorang perempuan yang mengguncang kebekuan hatinya.
Perempuan yang membuat ia ingin mencari jawaban tentang cinta. Habel berada di
persimpangan, meneruskan perjalanan untuk melupakan kehilangan atau berhenti
untuk menyambut cinta yang selama ini belum pernah ia rasakan?
Sekilas
melihat cover buku berwarna hitam bergaris putih (Zebra Cross) dengan
“Persimpangan“ di tengahnya akan mengisyaratkan pembaca pada sebuah kata
perjalanan. Dan benar saja, Tagline novel ini “Perjalanan Melupakan Kehilangan“
makin mengkukuhkan jalannya cerita dari Hasan Aspahani. Penulis yang juga telah
mencetak penjualan terbaik melalui novel biografi “Chairil“ ini sepertinya tak
ingin main-main membuat rasa penasaran pembaca memuncak.
Di awal
halaman, pembaca sudah dihadapkan dengan konflik yang berat. Habel Rajavani si
tokoh utama seorang wartawan harus kehilangan pekerjaannya karena tempat dia
bekerja harus tunduk pada era digital.
Di sini,
aku juga merasakan hal yang sama, bagaimana nantinya jika media cetak semua tergeser
oleh digital? Mungkin tak aka nada kertas berserakan. Aku tak bisa membayangkan
hal itu.
Dengan
begini, penulis berhasil membawa hanyut pembaca, dengan kisah yang sangat
nyata. Bahkan keadaan sehari-hari yang dekat dengan realita sesungguhnya.
Alur
berjalan pelan dan mengalir seperti air sungai. Cerita itu terus bergulir,
setapak demi setapak. Plot cerita mungkin akan menipu pembaca. Karena akan ada
banyak pertanyaan dan teka-teki. Pembaca bisa dipastikan mengira ini novel Romance,
nyatanya Romance hanya sebagai pelengkap cerita saja.
Sudut
pandang orang ketiga dengan gaya penulisan yang menarik. Bertaburan kata-kata
kiasan yang indah. Bahkan, penulis membuat sebutan untuk beberapa tokoh dengan
cara yang misterius. Namun hal itu, menjadikannya unik. Missal, “Sang Legenda“.
Karakternya penuh misteri, hamper di sepanjang perjalanan Habel di sebut.
Namun, pembaca tak jelas mengetahui tentangnya.
Diksinya
lembut, mampu menghipnotis pembaca. Rangkaian kata-kata yang menarik itu
tersusun halus. Meskipun banyak peribahasa dan istilah yang mungkin tak semua
pembaca mengerti, buktinya novel ini sangat renyah.
Detail
cerita dan setting yang bergantianmu tak terlalu merepotkan pembaca. Mungkin
akan merasa bosan sejenak, dan selanjutnya sepoi-sepoi angina akan membuai
pembaca hingga akhir cerita.
Benar,
membaca “Persimpangan“ seperti menapaki jalan kehidupan. Bangunan konfliknya
mungkin tak ada klimaks. Ya, seperti hidup manusia yang akan terus terjadi
dengan semestinya. Di setiap perjalanan terdapat cerita, tinggal bagaimana si
Pemeran Utama mengolahnya. Apakah akan menjadi manusia yang tetap diam di
tempat, berlari-lari kecil, atau mengejar matahari yang terus bergulir.
Ilustrasi
yang menarik di awal pergantian bab, juga sebuah puisi sebagai pembuka. Unik.
Paduan sebuah novel sastra dan prosa. Jarang ada di Indonesia konsep seperti
ini. Meskipun ada jumlahnya tak banyak.
Kelebihan-kelebihan
dari novel ini makin Berjaya, saat pembangunan karakter yang prima. Tumbuh
seiring berjalannya waktu. Memang waktu itu akan terus berjalan, begitu juga
kisah Habel, yang akan terus berjalan. Banyaknya tokoh pelengkap yang datang
silih berganti, seperti sebuah perjalanan yang memang sering kali menemui
banyak orang. Mereka dating dan pergi, kemudian dilupakan. Hanya ada beberapa
yang kemudian membekas dalam ingatan. Atau juga menjadi tujuan dari sebuah
perjalanan.
Akhir
kisah yang penuh tanda Tanya pula. Sebenarnya pembaca akan diajak kemana?
Mengikuti perjalanan Habel? Atau perjalanan diri sendiri? Sungguh sebuah usaha yang
baik, untuk menjadikan pembaca sebagai tokoh utama. Jelas-jelas bayangan akan
Habel, bisa berbeda untuk setiap kepala.
Sepertinya,
penulis tak ingin menutup novel ini dengan biasa. Penulis masih menebarkan
sebuah rahasia yang harus pembaca temukan. Mungkin dalam buku lain? Kelanjutan
dari perjalanan Habel? Atau persimpangan-persimpangan yang memang memiliki
banyak arah tujuan!
Aku
memang berharap, akhir kisah Habel menemukan apa yang dia cari. Bagaimana
dengan hati dan cintanya? Juga mimpinya.
Novel
ini akan sangat menarik untuk orang-orang yang butuh sesuatu yang unik. Bukan
kisah drama keluarga, bukan kisah percintaan remaja, bukan khayalan belaka.
Namun, sebuah perjalan yang akan membawa sebuah impian dan cita-cita.
Komentar
Posting Komentar