“Satu bulan dalam dunia online
sama dengan satu tahun dalam dunia nyata.” Sam-goong (hlm 112)
Apakah kamu mengenal
Milis? Untuk generasi kelahiran 90-an pasti sangat akrab dengan Milis (Mailing
List). Lebih-lebih masa awal-awal kemunculan internet, sebelum media sosial
marak seperti sekarang. Milis adalah forum untuk berdiskusi, berbagi, serta
saling mengenal. Forum dalam Milis ini dapat digunakan untuk membahas apa saja,
mulai dari film, buku, hingga melakukan promosi. Namun tak jarang, jari-jari
lentik yang mengetuk keyboard seringkali menyayat dan membuat keributan.
Komentar-komentar itu menjadi sensitif dan akhirnya pergulatan di dunia maya
terjadi. Saling serang, saling menjatuhkan tanpa mengenal siapa lawan atau
kawan.
Seiring perkembangan,
Milis mulai ditinggalkan, dan dimulailah masa yang lebih menyeramkan. Media
Sosial menyerbu otak-otak yang haus akan pesona dari Maya yang menggoda. Ya,
dunia online menawarkan apa yang tak bisa diraih dalam dunia nyata. Manusia
lebih suka menggengam apa yang tak kasat mata ini.
Perseteruan masih terus
berlanjut, makin menjadi dan jadilah sebuah era di mana jika tak menampakkan
diri sedetik saja di dunia maya akan seperti berada dalam kabut tebal yang
menutup segala pandangan.
Namun internet tak
hanya memiliki efek buruk. Tapi, ada hal lain yang lebih besar dan lebih bisa
dimanfaatkan. Seperti mendapatkan berbagai macam informasi, mempromosikan
produk atau jasa dengan mudah, juga terhubung dengan dunia yang lebih luas.
Kisah-kisah yang hadir
disebabkan oleh internet pun beragam, mulai hari berita keberhasilan seseorang
hingga berita yang kadang tak pernah ditemukan kebenarannya. Hingga muncullah Hoax yang sangat meresahkan. Apapun itu,
kepercayaan dan siapa yang harus dipercaya harus ditekankan.
Seperti Tim Aleph dalam
fiksi karangan Chang Kang-Myoung berjudul Pasukan Buzzer – Judul Asli Comment
Corps – ini.
Awalnya Tim Aleph yang
terdiri dari Sam-goong, Chatatkat, dan 01810 membentuk perusahaan pemasaran
online yang menawarkan jasa mempromosikan produk atau perusahaan. Tapi, seiring
berjalannya waktu Tim Aleph mendapatkan penawaran pekerjaan yang aneh. Sebuah
permintaan untuk menghancurkan sebuah situs dalam satu bulan. Berbekal
kemampuan yang mereka miliki masing-masing, serta keinginan untuk mengubah
dunia, maka Tim Aleph pun beraksi. Tanpa mereka sadari mereka berada dalam
sebuah permainan politik yang berbahaya dan organisasi rahasia yang tidak
segan-segan menyingkirkan siapa saja.
Fiksi terjemahan Korea
ini penuh misteri, membingungkan dan membuat hilang kepercayaan. Semua tampak
samar, abu-abu gelap. Mulai dari karakternya yang sangat misterius, apa yang
disajikan pun penuh teka-teki. Pembaca akan dihadapkan pada sebuah persoalan
yang pemecahannya sangat merepotkan. Harus menelusuri jalan beraspal yang tak
lagi beraturan.
Sejak
awal bab pembaca akan diajak untuk mengenal Pasukan Buzzer, bagaimana Pasukan
Buzzer bekerja hingga apa yang akan didapatkan saat memutuskan untuk menjadi Pasukan
Buzzer. Sedikit tertatih memang, seperti seekor kelinci yang berjalan menyamai
kura-kura. Ingin melompat tapi tak bisa meninggalkan kura-kura yang menyebarkan
petunjuk disepanjang perjalanan. Beruntungnya, penulis memiliki kepekaan yang
tinggi, jika irama yang dihadirkan datar-datar saja akan dapat dipastikan membuat
pembaca merasakan kantuk yang amat sangat. Maka dihadirkan humor gelap yang
sangat gelap, serta sebuah tekanan yang akan merangsang otak pembaca melalui
adegan-adegan penuh gairah. Ya, ada sisipan adegan dewasa yang konsisten muncul
di antara rumitnya percakapan antar tokoh.
Di sini misteri itu tak
hanya melalui jalinan cerita yang berliuk-liuk. Tapi, sudah sangat jelas
terlihat mulai dari narasi, dialog, nama tokoh, dan juga rekaman-rekaman yang
dibuat oleh Lim Sang-Jin.
Oh, bisa dikatakan
pembaca akan senang hati menebak siapa sebenarnya karakter-karakter yang muncul
selama 288 halaman ini. Chatatkat yang lebih berasa seperti tokoh dari Negara
Thailand – analisa pribadi berdasarkan namanya –, 01810 yang masih belum saya
temukan cara penyebutan yang tepat. Apakah dibaca nolsatudelapansatunol? Atau
ada cara penyebutkan yang lain? Tokoh protagonis atau antagonis, jelas sulit
dibedakan. Chatatkat tampil menjadi sosok yang haus simpati, pembaca akan
mengakui bahwa apa yang dilakukannya benar, namun kesalahan tak bisa dihindari
dari sosoknya. Geram, dan layak untuk dibenci. Begitu juga dengan Sam-Goong, sosoknya
yang tenang dan penuh perhitungan jelas menjengkelkan. Pembaca tak perlu
percaya pada tokoh-tokoh ini, tidak juga harus percaya pada Lim Sang-Jin yang
hanya muncul melalui dialog rekaman, namun dibagian akhir muncul dengan sangat
mengenaskan. Itu saja belum cukup, sebab Ketua Tim yang misterius pun punya
andil yang besar dalam rumitnya Pasukan Buzzer.
Semua itu berkelidan
dan terus memaksa pembaca untuk berselancar dalam lautan informasi yang penuh
tipu daya. Pasukan Buzzer benar-benar menyerang pembaca dengan sekarung
informasi menyesatkan. Intinya buku ini memiliki algoritma yang akan membuat
kepala pembaca terasa berat.
Lebih lagi, Grup Happo
yang tampil sebagai kawan sekaligus rival. Yang kehadirannya semakin membuat
gumpalan dalam kelenjar darah. Perseteruan itu pun semakin memanas. Perang
dingin di dunia maya menjadi suatu yang menyenangkan, dan lagi iming-iming sembilan
puluh juta won sungguh mengiurkan.
Eksekusi cerita yang
sangat tepat, setelah dibuat melalangbuana, akhir yang penuh tanda tanya
ternyata rupanya masih belum juga hilang. Hingga menimbulkan satu pemikiran,
sebenarnya siapakah yang harus dipercaya? Kisah fiksi ini, atau diri sendiri
yang telah larut kedalamnya. Kejutan hebat yang rupanya telah dinantikan
ternyata tak membuat pembaca merasa sia-sia.
Bangunan itu ditopang
oleh latar cerita yang sangat mendukung. Hingga pembaca dapat masuk dan
menyerap segala macam informasi secara mentah. Jika tak tawar maka akan
menimbulkan luka dipermukaan kulit. Sungguh menyakitkan bukan? Setelah mendaki
plot panjang, ternyata masih ada plot yang tak kalah rumit menghadang di akhir
perjalanan.
Namun, sayang sekali
jika, pemanis itu berupa adegan dewasa. Walaupun sudah terdapat label 21+ serta
beberapa sensor yang sangat terasa. Kemunculannya yang gelap hampir saja
membuat buku ini goyah. Terang saja, lebih dari dua peristiwa yang melibatkan
kehidupan remang-remang Korea. Meskipun, tujuan dari buku ini adalah membuat
pembaca kalut dan ikut menerjang seperti Pasukan Buzzer. Seperti tagline buku
ini “Internet, Propaganda. Dan manipulasi
opini publik.” Saya merasa bahwa jika adegan dewasa itu muncul untuk
membuat pembaca terjaga saja. Bukan melampiaskan keinginannya.
Untungnya, penerjemah
berhasil mengalihbahasakan dengan baik buku ini. Sehingga pembaca dapat
menangkap ikan-ikan yang bertebaran di internet. Menjadi Tim Aleph yang mulai
kehilangan arah atau Grup Happo yang penuh kepalsuan. Nyatanya, buku ini jelas
membuatmu berpikir ribuan kali hingga memutuskan untuk percaya.
Sungguh, meskipun hanya
fiksi namun keakuratan cerita benar-benar mengecoh pembaca. Data-data
pendukung, serta riset yang dilakukan penulis jelas bukan main-main yang hanya
tulis cerita, tempel sana, tempel sini dan jadi.
Aku rasa langkah berani
yang diambil oleh penulis ini patut diacungi jempol. Seperti dunia maya yang
sensitif. Buku penuh kritik ini pun jelas akan mendapatkan banyak ganjalan. Akan
ada beberapa orang yang akan merasa tersudut, dan mungkin geram. Namun, akan
ada pula beberapa orang yang makin membuka matanya dalam menghadapi era
internet yang telah menjajah manusia.
Pembaca akan sibuk
untuk menandai beberapa paragraf yang bisa dipakai untuk membuat postingan di
dunia maya.
“Selama
beberapa waktu, anak-anak muda akan menguasai dan menguncang internet. Lalu
internet akan mengguncang kenyataan. Dan zaman kegelapan pun menjelang.”
(Hlm, 182)
Jelas, membaca Pasukan
Buzzer akan membawamu kembali untuk berpikir logis dan melepaskan jeratan
internet yang menyilaukan mata. Waspada, berhati-hati serta jangan mudah
percaya dengan apa yang kamu dengarkan, lihat, bahkan rasakan. Sebab semua
telah dimanipulasi. Jika kamu tak memiliki pondasi yang kokoh tunggulah
kehancuran hidupmu.
Apa yang kamu tulis,
lakukan, dan segala macam perbuatan itu, akan sangat memberikan pengaruh yang
besar dalam hidup orang lain tanpa kamu sadari. Bijaklah...
Buku ini sangat
menjengkelkan, dan jika kau mengingkan itu maka bacalah! Saya jamin, kamu akan
mengumpat sepertiku. Namun, dari beberapa hal yang tak aku inginkan – terutama adegan
dewasa yang terlalu banyak – sebanyak 3,7 bintang dari 5 yang aku sematkan pada
buku bersampul warna favoritku ini, biru.
***
Beberapa kutipan menarik dari buku ini :
“Aku melihat anak-anak muda yang tidak
suka membaca. Budaya kursus berkembang ketika ada banyak orang yang tidak suka
membaca.” (Hlm, 29)
“Mereka menganggap generasi yang lebih
tua tidak bisa dipercaya. Banyak sekali teori konspirasi konyol yang tersebar
di internet.” (Hlm, 30)
"Setulus apapun amatir membuat video
musik, hasilnya tidak akan terlihat seperti hasil karya seorang profesional.”
(Hlm, 40)
“Bukankah ada penipu-penipu yang
bersikap seperti anak konglomerat atau orang Korea-Amerika yang mengemudikan
mobil mewah, meminjam uang dari wanita, dan hidup berfoya-foya?” (Hlm, 44)
"Mengabaikan hak seorang pekerja dan
memperjuangkan hak pekerja lain adalah sikap yang penuh kontradiksi.” (Hlm, 48)
“Aku bahkan yakin internet bisa memberi
penekanan pada kesenjangan dalam masyarakat, menjatuhkan kekuasaan dan membawa
kita ke arah demokrasi.” (Hlm, 67)
"Semakin lama kita menenggelamkan diri ke
dalam internet, semakin sering kita melihat apa yang ingin kita lihat, dan
semakin dalam kita percaya pada apa yang kita percayai selama ini.” (Hlm,
69-70)
“Dasar Bodoh. Kalau ada yang tidak
kaumengerti, cari di internet. Ada di Wikipedia.” (Hlm, 80)
“Hidup sudah ditentukan oleh takdir. Takdir
yang menentukan apakah kau mendapatkan orangtua yang baik, sama seperti takdir
menentukan apakah kau mendapatkan gadis yang baik di tempat pijat.” (Hlm, 87)
“Kekuasaan adalah hadiah yang memang
sepantasnya mereka terima setelah menghabiskan banyak waktu membaca komentar,
menulis komentar, memuji orang-orang lain.” (Hlm, 94)
“Sepertinya aku terlalu tinggi menilai
kepekaan politik di sini. Kritik ‘terlalu sensitif’ adalah penyebab semua
kekerasan dan prasangka masih terus ada di dunia ini. Selamanya.” (Hlm, 97)
“Apabila ada konflik kecil, seseorang
yang pintar bicara akan maju dan berkomentar ringan, “Teman-teman, kenapa kalian seperti ini ~ ~ ~”” (Hlm, 117)
“Memangnya menjelek-jelekkan orang lain
itu tindakan yang pantas?” (Hlm, 136)
“Makanya, jangan pernah mengucapkan
sesuatu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan ~ ~ ~” (Hlm, 145)
“Kenapa pria selalu memukul orang-orang
yang lebih lemah daripada mereka?” (Hlm, 154)
“Untuk menang dalam perang, kita harus
memberikan visi yang optimis kepada masyarakat.” (Hlm, 176)
“Tak ada yang lebih mampu menggerogoti
semangat manusia selain gagasan bahwa situasi tidak akan berubah sekeras apa pun
mereka berusaha.” (Hlm, 178)
“Jika kau bekerja untukku nantinya,
jangan bersikap amatiran. Kalau kau diberi tenggat waktu, tepati. Kalau kau
sudah berjanji, tepati. Kalau ada yang kaubutuhkan, katakan dengan jelas. Itulah
cara kerja kami. Mengerti?” (Hlm, 188)
“Bagaimana aku harus mengatakannya? Manusia
memang rendah dan menyedihkan.” (Hlm, 201)
“Hanya orang yang memiliki impianlah
yang bisa mewujudkan impian.” (Hlm, 208)
"Semua anak yang mengalami masa puber
memikirkan hal yang sama. Haruskah mereka hidup seperti ini? Haruskah mereka
menjalani hidup yang ditentukan orangtua?” (Hlm, 216)
“Cari tahu saja sendiri. Kau reporter,
bukan? Bukankah tugas reporter adalah mencari tahu?” (Hlm, 264)
“Orang-orang yang tidak pernah menerima
pelatihan pasti akan melakukan kesalahan.” (Hlm, 271)
***
Komentar
Posting Komentar